Memberi, memberi, dan memberi. Sekali lagi, hanya memberi.
Sulit. Keserakahan manusia selalu mengusahakan kepamrihan. Kepicikan manusia selalu mencari alasan pada tiap pemberian yang diterimanya. Kehausan akan sebuah ucapan "terima kasih", seakan - akan menjadi tolok ukur kepedulian manusia.
Mencapai titik dimana kita dapat hanya memberi dan memberi memerlukan sebuah kerendahan hati untuk melihat segala hal yang telah terjadi di dalam hidup kita. Mengaku taat beribadah, namun selalu lebih mudah melihat kesalahan orang lain dari pada diri sendiri. Bangga dengan agama yang tercatat di kartu pengenalnya, sehingga seolah - olah punya kuasa untuk menjadi hakim terhadap hidup sesamanya manusia. Memiliki tingkat intelektual tinggi, namun menjadi sombong sehingga mampu menyetir hidup orang dengan senyum liciknya.
Titik di mana sebuah pemberian bermakna hanya memang untuk memberi, memang tidak selalu memiliki alasan yang rasional untuk dimengerti oleh khalayak ramai. Ini pengalaman, ini pemahaman. Keirasionalan alasan dalam memberi yang bermakna hanya untuk memberi, telah membuat manusia yang melakukannya mencapai titik kebahagiaan yang sangat ingin dibaginya kepada orang lain.
Pemberian ini cinta, dan cinta ini merupakan sebuah panggilan. Tak ada tangisan saat melakukannya, yang ada hanya senyum bahagia, yang mampu memancarkan energi positif ke tiap sudut hati manusia yang ditemuinya. Sekali lagi, ini keajaiban. Tak bisa dinalar. Namun dapat dimengerti, saat Anda mencoba merasakannya.
No comments:
Post a Comment