29.4.11

tak selamanya kusam

Sejenak merona...
Sejenak merengut...
Jangan kusam...
Karena kamu tak pantas masam....

Aku di sini melihat,
Setitik indah paras dunia di tengah kotornya konflik kepentingan.
Aku di sini menikmati,
Riuhan wangi yang melegakan pikiran dari bobroknya jahilan adu domba.
Aku di sini terbuai,
Dengan merdunya melodi hawa yang bebas dari konstruksi kebrengsekan adam.

Walau hilang, tak akan muram
Karena keseimbangan tersebut telah ditemukan
Walau hilang, tak akan muram
Karena aku tergerus dengan iming-iming cita-cita
Walau hilang, tak akan muram
Karena diberikan senyuman anggun yang kekal


15.4.11

#justsaying 3

Kita termenung bukan terkungkung
Kita terbakar tak hanya berkelakar
Aku duduk mencari keheningan, mencoba sisi lain
Melahap keheningan air, menguras derasnya pikiran....

Sore ini aku berlari, berlomba dengan waktu, berhitung dengan materi, dan bercerita tentang pengalaman. Laparnya siang ditelan habis oleh seramnya malam. Kerlap-kerlip lampu menjadi hiasan latar belakang hantaran verbal.

Aku berbicara, namun melayang. Aku mendengar, justru mengawang. Sulit untuk menemukan secercah titik itu. Aku mencari, namun sulit melihat karena obat retina itu. Mencoba mengakali waktu agar menjadi tidak sia-sia. Percuma, karena hanya kata yang mampu dimanipulasi.

Percakapan tentang Tuhan, tak ubahnya  berbicara tentang konflik. Ini bukan proyeksi, tapi refleksi. Memanusiakan manusia kupikir lebih mulia daripada menuhankan pikiran. Cintaku pun sebuah keidealisan, bukan kesesatan.

Lelahnya mataku tak hanyut hilang dengan tetes mata. Karena aku merupakan reinkarnasi dari kehidupan yang tak kukenal.

3.4.11

.: perspektif lain :.

Maaf jika ini ternyata menyinggung orang banyak
Maaf jika ini ternyata melukai orang yang percaya
Maaf jika ini ternyata mengesampingkan orang yang memiliki
Aku bertanya tak bermaksud menantang
Aku berpeluh tak lagi sambil tersedu-sedu
Aku berkeluh tak juga sambil mengangkat pedang

Nada sendu ini mengawali refleksiku tentang kedamaian. Tentang keajaiban. Pikiran ini berseteru tegang dengan keyakinanku mengenai kepunyaan dan perbedaan. Yang satu itu dipertahankan juga diperebutkan. Siapa punya siapa? Pikirku. Siapa punya hak apa? Gelisahku.

Sejak awal kita berbeda, hanya saja kita tak pernah puas dengan perbedaan. Kita selalu mencari persamaan di dalam perbedaan itu. Terlalu serakah terhadap kepunyaan orang, membuat kita menjadi lebih kasar dan sadis. Terlalu naif melihat perbedaan, membuat kita semakin picik dan najis.

Aku tak mengerti kenapa diciptakan berbeda. Dan aku tak sanggup bila harus membayangkan jika aku diciptakan sama dengan orang di sebelahku. Apa dunia ini menjadi berwarna dan bermakna? Apa aku akan tahu mana terang mana gelap, jika mereka semua punya pikiran yang sama?

Kita terlalu takut untuk berbeda, karena kita tak pernah tahu mengapa huruf ”C” seperti ini dan kita juga tak pernah tahu kenapa warna darah itu merah. Tapi nyatanya memang kita berbeda. Memang pertanyaan-pertanyaan ini tak akan pernah usai dijawab, tapi apakah kita berani untuk bertanya?

Juga demikian kalau aku tak akan mencintai persamaan, karena entitas itu tumbuh karena perbedaan. Yang bertujuan untuk saling melengkapi dan menghargai satu sama lain.