27.6.09

Batu Bintangku

Non est ad astra mollis e terris via

Hari ini ia bangun pagi sekali, karena sanggahan alarm yang aku pasang. Tidur panjangmu terhenti karena jahilnya emosi ini. Wajahmu, yang jarang terlihat anggun itu, terbangun kaget. "Maaf..", kataku pagi ini. Aku tidak mampu mengemas dengan rapat kecintaan ini. Hahaha.. Maaf (lagi) aku tidak bisa mengambil jalan tengah untuk hal ini. Karena aku bukan pendusta saat harus bercinta.

Baumu itu tak pernah hilang oleh kencangnya angin. Akan selalu tersimpan rapi di benakku. Tak perlu dandanan, karena muka liurmu itu sudah membuat mata ini tak mau berkedip. Tanpa melihat pun, kamu selalu berbicara tanpa suara. Aku dan kamu tahu tentang kelebihan kita itu. Entah apa yang kamu bicarakan, entah hal buruk atau sebaliknya. Tapi hal itu tetap menakjubkan untukku.

Menjelang siang, ketika kamu mulai mengacuhkanku, aku selalu menghela nafas tak percaya kalau itu hanya anganku. Selalu campuraduk rasanya bila menyadari hal itu. Disini yang ada hanya bau ketiak dan mulutku. Muka ini tetap lusuh dengan liur yang masih menempel. Entah aku untung atau buntung. Yang pasti aku masih duduk disini, menulis di dalam keheninganku.

Huhh... Lemas jadi aku diingatnya..

Hai perempuan!!! Aku punya kail dan sedikit cacing untuk memancing!! Maukah kamu? Aku bukan mau memancing ikan. Tapi aku ingin memancing kamu dengan goresan cacingku. Aku tak yakin kalau kail ini dapat mengangkatmu. Sampai - sampai aku jengah dibuat olehmu. Aku sangat sadar kalau kamu itu batu karang untukku. Hanya sedikit yang mampu melihat keindahanmu dari kerasmu itu. Tapi karena kerasmu itulah aku melihat keindahanmu.

Sangat ingin aku menggunakan alat berat untuk meleburmu. Karena kail ini tak membawa progress untukku. Tapi apa kamu siap, bila seantero jagad tahu tentang apa yang kita lakukan?
Aku yakin tidak. Karena kamu tidak akan siap akan sebuah keterbukaan.

Permainan ini takkan kumainkan selamanya. Aku mulai habis. Aku mulai jenuh. Aku mulai dingin. Sesak ruangku untuk menghela nafas. Paru - paruku menyempit karena kebekuanmu. Pergerakkan yang revolusioner akan kupilih. Suka atau tidak. Aku memaksa kali ini.

Bulan sudah menjemput, bersiaplah mendengar dentuman lain di pagimu esok. Kita akan naik ke permukaan bersama. Tak tahu dengan senyum atau muram. Yang pasti, jagad ini harus tahu tentang pagi kita. Tak ada lagi yang harus ditutupi.


- untukmu yang punya hatiku -

No comments: